Danu dan siti maryam menikah di sebuah pedesaan nun jauh di kota. Sebuah desa di Bengkulu. Danu perawakannya gondrong, pemabuk dan suka judi. Sedangkan si maryam anak pak hamka, petani sederhana di ujung kampung. Danu anak juragan kaya, apapun keinginannya pasti di penuhi oleh orang tuanya. Termasuk meminang si siti. Tetapi bukan atas dasar suka atau pun cinta, tetapi membuktikan bahwa dia berkuasa di kampung itu. Hampir mustahil menolak keinginannya. Akhirnya pernikahan pun terjadi. Tentu saja si Danu dengan sikap dan kearoganannya. Sementara si siti, harus berlapang dada menerima Danu sebagai imamnya, walaupun tidak bisa jadi imam baginya. Memberontak, ketika keinginannya tidak terkabulkan oleh sang istri, main kasar hingga tamparan berkali-kali mendarat di pipi si siti. Tetapi dengan didikan pak hamka, siti selalu sabar, berharap Danu akan berubah. Tahun berganti, ad yang aneh di perut bagian bawah si siti. Lalu tanpa setahu Danu, siti pergi ke puskesmas desa. Hasilnya pun mencengangkan, siti mengidap kanker rahim. Setelah balik, ia menyembunyikan sakitnya. Sementara si Danu sedikit agak berubah. Tapi dia gengsi memperlihatkan kepada siti. Namun, diam-diam siti tahu hal itu, sebab beberapa kali Danu kedapatan olehnya memperhatikannya. Semakin hari, semakin tak kuasa siti menahan sakit hingga ia pingsan di ruang dapur. Melihat hal itu, Danu dengan cekatan membopong istrinya itu. Membawa ke puskesmas lalu di rujuk ke rumah sakit. Untung saja, cepat kalau tidak berakibat fatal bagi siti. Setelah tiga hari di rawat di rumah sakit. Siti pun pergi dengan seutas kalimat "Aku tahu kamu akan berubah bang, tapi sayang disaat kamu baik, aku terlalu cepat berlalu. Selamat tinggal suamiku. Jadilah baik selamanya".
Danu pun masuk ruangan, lalu mendapati kalimat itu. Apalah daya, penyesalan datang dari belakang. Ia harus kehilangan orang yang tulus.
Setelah kehilangan siti. Danu pun mendatangi rumah pak hamka sang mertua. Sekali lagi penyesalan mendalam mencabik-cabik perasaan Danu. Tak kuasa berdiri di depan mertuanya. Terjatuh, bersujud dan menangis terisak layaknya anak kecil. Pak Hamka, tahu betapa dalam penyesalan menantunya itu. Dia pun berbesar hati menerima permintaan maaf itu. Tapi sayangnya dia berharap Danu tidak ke rumahnya atau pun untuk melihat kedua kalinya. Memaafkan ia, tapi rasa sakit dan terngiang anak semata wayangnya tak bisa sirna. Hanya ada dua pilihan, jika tidak meninggalkan kampung halaman maka jangan pernah memunculkan dirinya dihadapan pak Hamka. Pilihan kedua sulit bagi Danu, sebab kampung itu terlalu kecil untuk bertemu dengan pak Hamka. Pilihan pertama pun jatuh di tangan Danu. Merantau ke beberapa pulau, hingga ke Sulawesi. Di Sulawesi, Danu tinggal di ujung pandang. Pusat perdagangan di sulawesi selatan. Dia pun jadi kuli di pasar, sesekali melaut bersama nelayan. Bertahun-tahun bekerja, lalu di pertemukanlah Danu dengan seorang gadis bernama intan deng te'ne. Gadis periang, penari dan tentu anak terpandang. Danu pun diam-diam memperhatikannya. Lalu di suatu malam, ada sebuah pesta rakyat, penarinya adalah intan deng te'ne.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar