Selasa, 29 Agustus 2017

Pemimpin profetik

Nama: herman
Ketua umum international black panther karate indonesia unit UIN alauddin Makassar
Jurusan: Ilmu Perpustakaan
Fakultas: Adab dan Humaniora
Konsep kepemimpinan teori politik  profetik Erdogen

Jadi konsep yang saya akan lakukan kelak jika jadi pemimpin adalah Konsep kepemimpinan teori politik  profetik Erdogen. Saya kagum dengan gaya kepemimpinannya, selain nabi Muhammad tentunya karena pemimpin sejati yang patut diteladani hingga akhir adalah nabi Muhammad saw. namun dari cara kerja Recep Toyyip Erdogan adalah salah satu ciri kepemimpinan yang dilakukan oleh rasulllah saw. sehingga tidak salah bila kita mengagumi cara kepemimpinan para tokoh yang merupakan toko elit yang berpegang teguh pada terciptanyan masyarakat yang damai dengan memanusiakan manusia, mencegah kemungkaran dan tentunya taat pada sang pencipta. Sejatinya pemimpin adalah bagaiaman ia di inginkan oleh masyarakat,bagaimana ia mampu mengemban amanah yang dipercayakan masyarakatsehingga ia mampu beretengger di ujung tombak sebagai lini atau sector depan sebagai “penunjuk” keselamatan,kedamaian,ksejahteraan suatu masyarakat. Pemimpin yang hebat adalah ia yang bergerak sebagai ujung tombak dan masyarakat cerdas adalah pangkal tombak yang mampu membantu pemimpin yang diujung itu mencapai kejayaan dan kseuksesan. Sebaliknya, sehebat apapun seorang pemimpin jika masyarakatnya “buta” batin dan dan buta sifat dan sikap maka pemimpin akan jatuh jua. Bisa dibayangkan, seorang pemimpin berjuang setengah mati lalu jutaan masyarakat yang menahanlaju juangnya, maka ujung-ujung dari perjuangan itu maka akan jatuh jua. Sehingga ketika ada sebuah organisasi,lembaga atau negarasekalipun jatuh terpuruk maka jangan langsung menjastifikasi bahwa itu adalah “kegagalan” sang pemimpin, namun coba telusuri apa dan mengapa hal itu bisa terjadi. Namun, anehnya sekarang adalah masyarakat bahakan tokoh masyarakat sekalipun lngsung percaya dengan apa yang dilihat oleh mata mereka. Ini mungkin salah satu faktornya adalah factor politik dan factor “dendam” politik sehingga ketika lawan politiknya tesandung suatu masalah maka ia langsung menghujat,mencaci dan berusaha menjatuhkan.
Kita butuh pemimpin yang memiliki prinsip memanusuiakan manusia, mencegah kemungkaran dan tentunya kembali pada sang pencipta. Salah satu tokoh itu adalah Recep Toyyip Erdogan.

Recep Toyyip Erdogan seorang  tokoh besar, besar dalam perpolitikan, bersosial, agama dan sebagainya. Ini di tandai dengan kemajuan negara Turki  baik dari segi pertahanan, perekonomian, politik dan  segi  keislaman. Ditangan toyyib erdogan islam turki kembali jaya. Tak dapat dipungkiri bahwa elektabilitas erdogan dalam memimpin turki sangat luar biasa.
Kepemimpinan tersebutlah yang menjadi konsep kepemimpinan yang akan saya lakukan kelak jika menjadi pemimpin.yakni kepemimpinan menggunakan teori politik profetik. Teori ini digagas oleh orang Indonesia yakni bapak kuntowijoya dizaman sekarang ini teori tersebut sangat relevan digunakan untuk mengembalikan kejayaan islam. Meskipun Indonesia bukan Negara islam namun dari kemajemukan islam harus bisa bangkit dan memperlihatkan bahwa islam bukan hanya sekedar label namun merupakan kunci-kunci kemajuan Indonesia. Adapun pun bagan teori politik profetik oleh Amad Junaidi adalah sebagai berikut:

teori politik profetik

bagan: proses implementasi teori politik profetik oleh Ahmad Junaidi

Junaidi (2016 , 13-15 )  menjabarkan teori politik profetik sebagai berikut:
Humanisasi
Dalam ilmu sosial profetik, humanisasi artinya memanusiakan manusia, menghilangkan “kebendaan”, ketergantungan ,kekerasan dan kebencian dari manusia.
Dari defenisi tersebut penulis memahami bahwa sikap dasar manusia hidup dipermukaan manusia memanusiakana manusia dan hak dasar manusia adalah dimanusiakan  manusia. Olehnya itu, setiap manusia tidak ada yang ingin terjajah, semua manusia menginginkan sebuah kemerdekaan, sebab itu model kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan dengan konsep politik profetik tersebut sangat cocok di terapkan di negara tersebut. Hal ini guna untuk membangkitkan kejayaan Turki sebagai negara islam di tengah-tengah gemerlapnya dunia barat yang sangat mudah untuk mempengaruhi masyarakat Turki.
Tak ayal sang presiden sesekali turun tangan mengurusi persoalan rakyat Turki. Pernah penulis membaca sebuah artikel bahwa suatu ketika sang presiden mendapati salah seorang warganya meninggal, maka beliau turut membawa mayat tersebut ke kuburan untuk di makamkan, selain itu belaiu juga pernah mendapati warganya yang akan bunuh diri, dengan perlahan ia mendekati dan menyelamtkan warga tersebut. Inilah ciri pemimpin yang memanusiakan manusia, ketika dalam keadaan genting jabatan kepresidenannya di lepas dalam artian bahwa tidak ada gengsi, sekat apalagi angkuh. Jabatan hanya sementara, kebaikan lah yang akan menyelamtkan kita kelak. Harta yang berlimpah adalah warisan untuk keluarga, tapi harta kita untuk orang lain adalah kebaikan. Semakin banyak menabuh kebaikan semakin banyak kita menuai.
Liberasi
Liberasi dalam ilmu agama sesuai dengan konsep al-nahi ‘an al-mungkar mempunyai makna melarang atau mencegah segala tindak kejahatan.
Secara garis besar tidak ada yang bisa menghancurkan kejahatan di dunia ini secara spontan dan tidak ada manusia yang mampu menghapuskan kejahatan seluruhnya karena kejahatan adalah fitrah adanya hingga akhir kelak. Namun dalam agama islam manusia diberi petunjuk untuk mencegah suatu kejahatan. “jika engkau menemui suatu kejahatan maka cegahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu maka dengan lisanmu dan jika masih tidak mampu maka dengan hatimu, dan itu adalah selemah-lemahnya iman” (sebuah hadits). Panduan itu sudah sangat jelas, manusia diberi kemampuan yang berbeda-beda. Ada yang kemampuannya dari segi otot seperti sahabat nabi umar bin khattab, ada yang diberi kemampuan otak yang cemerlang (berlisan) seperti ali bin abi thalib dan sebaginya.
Sebab itu paling salah kita ketika tidak bisa mengambil hikmah atau pelajaran dari contoh-contoh kehidupan para pembesar-pembesar islam terutama nabi akhir zaman sang Rasul yakni Rasulullah saw. Belia di kirim oleh Allah  sebagai uswatun hasanah yakni teladan yang baik.

Transendensi adalah unsur terpenting dari ajaran islam yang terkandung dalam profetik dan sekaligus menjadi dasar  dari dua unsur lainnya yakni humanis dan liberalisasi.
Dalam wikipedia (2017)  “transenden (inggris:transcendent; Latin: transcendere)merupakan cara berpikir tentang hal-hal yang melampaui apa yang terlihat, yang dapat ditemukan di alam semesta. Contohnya, pemikiran yang mempelajari sifat Tuhan yang dianggap begitu jauh, berjarak dan mustahil dipahami manusia.
Hal ini berarti tauhid dan meng”Esa”kan Allah dengan berdasar pada firman-firman Allah sebagai tuntutan dalam memerintah atau memimpin. Nah inilah yang diterapkan sang presiden  Recep Toyyip Erdogan. Tak ayal, negara Turki kembali ke era emas dengan menerapkan teori profetik tersebut yakni humanisme, liberalisme, dan transendese. Sangat berbeda dengan presiden sebelumnya Mustafa Kemal yang menganut paham sekulerisme  yakni institusi atau badan negara berdiri terpisah dengan agama atau kepercayaan. Dalam hal berbeda dengan tuntutan Al-Qur’an dan al-sunnah sebab Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pedoman hidup bagi umat islam. Padahal diketahui bahwa salah satu dinasti keemasan turki adalah dinasti utsmani yang merupakan orang-orang islam yang berjaya dimasanya. Inilah yang menjadi dasar untuk mengembalikan kejayaan Turki dibawah pimpinan Recep Toyyip Erdogan seperti dimasa kepemimpinan  Jamzuri Sultan Sulaiman al Qanuni atau sulaiman yang agung(1552), Nah tentunya teori politik profetik ini sangat cocok di terapkan di Indonesia yang berbagai varian suku, budaya, agama,ras. sebenarnya teori politik profetik ini hadir untuk memecahkan paradigma atau pemahaman kapitalisme dan sekuralisme.

Dari penjelasan sini penulis bpenulis berkesimpulan bahwa teori politik profetik ini menjadi impian untuk memajukan suatu instansi,baik skala kecil sampai skala besar. Seperti memanusiakan manusia, mencegah kejahatan dan bertauhid dalam artian bahwa semua yang kita lakukan adalah atas izin dan ridho sang pencipta.

Dari awal pembahasan saya membahas bahwa saat ini masyarakat sudah  banyak mengalami degradasi. Mungkin karena factor kepemimpinan yang mereka inginkan kurang dari apa yang mereka harapkan. Dan memang perlu di garis bawahi bahwa hari ini masyarakat kita kurang teladan dari para pemimpin-pemimpinnya. Olehnya itu, secara garis besar mereka tidak bisa di salahkan seratus persen sebab mereka tidak melihat sosok pemimpin yang ia banggakan, yang ia terima dengan lapang. Sebab politik yang menggejolak, parahnya adalah money politik di beberapa daerah ketika menjelang pemilihan. Dan saya rasa ini bukan lagi rahasia khusus karena ini sudah menjadi rahasia umum yang mereka bahasakan dengan “serangan fajar” dan anehnya adalah mereka paham,mereka tahu bahwa itu salah namun tetap saja ikut dengan arus itu. Karena beranggapan bahwa kapan lagi saya bisa dapat maaf ”uangnya” kalau bukan sekarang. Mereka berfikir bahwa ketika yang dipilih sudah duduk di kursih putar yng empuk maka mereka tidak peduli lagi sehingga mereka bersikap apatis. Selain itu intervensi-intervensi juga melatarbelakangi masyarakat yang apatis tadi. Saya yakin bahwa masyarakat yang ter’intervensi” tadi bersikap apatis. “ya sudahlah, siapa pun pemimpinnya akan mati juga kalau tidak bekerja, lebih baik urus diri sendiri dan keluarga daripada ikut dosa berjamaah dengan mereka-mereka” mungkin kira-kira bahasa mereka kurang lebih seperti itu sehingga untuk membantu memajukan suatu daerah masyarakat itu apatis,mereka menyerahkan semuanya kepada pihak pemerintah dan pihaknya untuk mengurusi itu namun semestinya pemerintah dan rakyat saling bahu membahu untuk memajukan suatu daerah.
Saya ingin berilustrasi dengan sebuah kejadian yang mungkin saja terjadi di berbagai daerah yang mungkin saja pula daerah itu krisis kepemimpinan.
Suatu ketika di suatu daerah hiduplah si fulan bersama anak dan istrinya. Karena orang daerah tentunya mereka petani. Tibalah saatnya untuk pemilihan desa di kampung itu. Mereka sangat alim dan percaya bahwa bermain “kotor” itu tentu hasilnya akan kotor juga. Sehingga suatu hari sebelum pemilihan ia di datangi oleh tim sukses dari calon desa tersebut. Mereka di janji beribu janji plus plastic hitam dan karung kecil berisi beras. Karena keyakinan bapak fulan tadi maka ia tidak terima. Setelah itu tim sukses tadi pulang dengan membawa hasil kosong. maka di cap lah Ia bahwa ia lawan. Ya benar saja, si fulan adalah lawan dalam artian bahwa bukan pemilihnya. Setelah penghitungan suara, maka yang tadi itu menang jadilah ia pak desa. Lalu kemudian muncul, tim sukses tadi mendata semua pemilih yang berlawan arus sehingga ketika ada bantuan pasti hanya pemilihnya yang nomor satu, ada pembangunan maka pemilihnya yang nomor satu. Yang terpilih tadi menyepelekan warga yang berlawanan arus. Seharusnya adalah tidak pemimpin pemilik sepihak ketika ia sudah menduduki jabatan karena ia adalah pemimpin mereka semua. Inikan Negara demokrasi, kalau ada intervensi seperti itu ya sudahlah tidak usah adakan pemilihan toh juga ujung-ujungnya seperti itu. Apa ia suau daerah akan maju jika ini tumbuh dan berjamur, apa ia pemimpin bisa bekerjasama dengan masyarakat dengan kondisi seperti ini. Sekarang sudah era modern, saya berfikir bahwa keyakinan seseorang akan keimanan semakin menurun sehingga hal apa saja bisa terjadi. Disinilah pemimpin yang mempunyai jiwa kemanusiaan dibutuhkan di tengah-tengah keterpurukan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Jamzuri, bekas santri Universitas Al-Azhar Egypt, bekas santri  UI-Politik dan Hub.International.Mjamzuri.com/index.php/artikel/politik-hub-international/127-pembaharuan-pemikiran-politik-turki-islamisme-ke-kemalisme. Diakses pada 21 Agustus 2017.
Skripsi Ahmad Junaidi (kebijakan politik Toyyib Erdogan dan Islamisme Turki Kontemporer) fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga:Yogyarta, 2016
12370042_BAB-I_IV-atau_V_DAFTAR PUSTAKA.pdf. Diakses pada 21 Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar