Menikah adalah impian bagi setiap insan. Namun, apa jadinya bila kita menikah dengan orang yang tidak mencintai kita, orang yang tidak mau dan tidak bisa menerima kita. Padahal kenyataannya adalah kita sekarang berada didalam lingkaran hidupnya. Menjadi suaminya. Saya tidak pernah menyangka bahwa saya tidak bisa di terimanya denfan baik. padahal di awal kisah, begitu baik,sopan, penyayang. Namun, entah ada apa berjalan memasuki 2 bulan pernikahan, dia berubah. Berubah bahkan berubah sekali. saya seperti jin di depannya. tatapan matanya begitu tajam. Bahkan, membandingkan dengan sang mantan yang katanya baik, bisa ini dan itu. sungguh, ironi bukan.
saya tidak menyesal,karena saya telah membuktikan keberanian saya di awal. Tidak menjadi pecundang walau pada ujungnya saya disiksa batin seperti ini. Banyak hal yang dibuatnya seolah dilakukannya untuk saya menyerah. Tetapi karena sayangnya, maka semua ku lalui walau sakit. Selain sayang sama dia, saya juga begitu hormat dan sayang pada ibu,bapak dan kakaknya. Karena begitu sayangnya dia denganku. Mungkinkah karena saya sejelek ini, semiskin ini, entah apa sebabnya sehingga perawakannya berubah dari yang indah,lembut. Kadang iri, kepada mereka yang keluarga sayang dengan suami, sayang istri. Ah Ali, betapa beruntungnya dikau. Mendapatkan fatimah yang begitu tulus mencintaimu. Lanjut ke kisahku. Begitu bencinya dia, tidur sekamar pun seperti musuh. Menjauh, dari pojok ke pojok. Bukan persoalan biologis, tetapi kepada kasih sayang sebagai suami istri, mencoba menghibur, minimal memijat karena kelelahan. Tetapi itu hanya diawal-awal pernikahan. Setiap subuh, saya melihatnya kelelahan, tanpa ia minta ku raih kepalanya untuk memijat. Tapi angin lalu, semua berubah. Mungkinkah ia baru sadar, menikah dengan siapa dia, orang jelek, tak berharta, tidak tahu apa-apa dibandingkan para mantannya. Oh sungguh kasihan diriku terasa. Sakit didada, serasa terbakar. Sungguh ku mencintainya. Tapi gilanya keadaan, saya begitu terpaut dan mencintainya sementara ianya sungguh dan sangat membenciku. Setiap sesuatu yang saya perbuat tidak pernah benar di matanya. Salah dan selalu salah. Mungkin karena kebenciannya sehingga itu berlaku. Selain sakit karen saya dbuatnya begitu, saya pun sangat sakit mengingat pengorbanan ayah dan ibuku. Ayah, ibu maafkanlah anandamu. Kalaupun waktu ku tiba lalu belum bisa membalas sedikit saja kebaikan kalian, sungguh biarlah Allah yang membalasnya. Biarlah saya menderita karenanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar