Kamu adalah kemustahilan yang selalu aku semogakan
Tersebutlah guru muda,pintar,berwibawah dan disenangi muridnya. Di sebuah sekolah berbasis islam, sebelum belajar di lantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan doa belajar. Setelah belajar salah satu murid diminta untuk memandu membaca salah satu surat-surat pendek. Setiap hari bu guru rajin memeriksa kebersihan para muridnya, seperti pemeriksaan gigi, kuku, telinga dan lainnya. Guru itu adalah bu lailah rahmatia, ia biasa di panggil bu lailah. Ia tugaskan di sebuah kampung yang nun jauh diperkotaan. Tinggal di kompleks sekolah bersama beberapa guru lainnya. Ia baru di kampung tersebut. Suatu hari ia di ajak jalan-jalan oleh salah satu muridnya ke rumahnya. "Bu, sebentar ke rumah nisa ya bu, nisa sudah tanya mama", kata nisa. "Nanti ya de, ibu baru disini",sanggahnya. "Tapi nisa sudah bilang ke mama, mau ya bu, pleeeease!", rengek nisa. "Yah baiklah de, sebentar ibu liat", katanya. "Yeee, makasih ya bu", katanya kegirangan menuju teman-temannya.
Bel sekolah berbunyi, pelajaran berikutnya akan segera dimulai. Hari ini mata pelajaran terakhir adalah bahasa indonesia. Pembahasannya adalah tentang puisi. Bu rosma adalah guru mata pelajaran itu. "Baik anak-anakku sekalian, tugas kalian adalah membuat puisi tentang ibu. Minggu depan di kumpul dan dibacakan di depan kelas", celoteh bu rosma.
Setelah beberapa lama pembelajaran akhirnya siap-siap untuk pulang. Hari ini giliran nisa yang memandu baca surat-surat pendek di depan kelas sebelum pulang. "Marilah kita bersama-sama membaca surah al-asr, dimulai", celoteh anak mungil itu. Setelah anak-anak bubar, nisa selalu menunggu bu lailah di ujung kelas. "Nisa, silahkan pulang de, teman-teman kamu sudah pulang", kata bu lailah membawa buku tugas. "Lagi tunggu ibu, jadikan bu kerumah nisa?", tanya nisa. "Hemm, baiklah de, sebentar sore datang ke sekolah ya!", kata bu lailah pegang kepala nisa. "yeeee,,Siaaap bu, nisa pulang dulu ya bu, assalamualaikum",kata nisa pamit.
Disisi lain, pak Ali memperhatikan tingkah bu lailah, sepertinya pak ali memiliki rasa kepadanya. Pak Ali adalah guru teladan sekolah itu, dia adalah tangan kanan pak Rusman sang kepala sekolah yang akrab disapa pak Usman. "Bu lailah, besok dipanggil pak Usman keruangannya", kata pak Ali yang baru keluar kelas. "Oh iya pak, terima kasih", kata bu lailah menuju rumah kecilnya di kompleks sekolah.
"Assalamualikum ma, nisa pulang",teriak nisa di tangga rumah. "Waalaikumussalam, nisa kenapa terlambat baru kecil sudah keluyuran, bagaimana nanti kalau besar", kata Baso di kursih. "Nisa itu salam sama mama, bukan kak Baso",kata nisa.
Siang itu begitu terik. "Kak, mama mana?", tanya nisa. "Kurang tahu juga dek, dari tadi kakak disini tapi tidak liat",jawab Baso. "Uuuu..kakak kalau ditanya tidak ada yang beres", ketus nisa. "Yahh, nyolot,,awas dosa loh dek",kata Baso sambil minum tehnya. "Kak, kalau mama cari nisa, bilang ya saya main kerumah muli!", kata nisa. "Nisa, makan dulu sana, baru pulang pergi lagi, kamu mau makan dirumahnya muli",kata Baso. "Ya kakek bawel, eh kakak bawel..hehe", katanya berlari mnuju meja makan. Jam terus berganti, sore pun tiba. Si Baso, jalan-jalan ke empang lelenya. "Bapak disini, sejak kapan pak", kata baso. "Dari tadi, bapak perbaiki saluran airnya", kata bapak. "Hemm, pak mungkin baik di tambah lagi nih pak", kata baso. "Apanya? Lelenya?", tanya bapak. "Semuanya pak, lele, empang juga", lanjut baso. "Bapak sudah semakin tua nak, apa kamu mau terus begini, apa kamu tidak malu, kamu sudah kuliah, kok ujung-ujungnya disini, pergi sana ke kota cari kerja seperti orang-orang", kata bapak. "Pak, besar gaji di kota tidak mampu membayar waktuku bersama bapak dan mama, malu sedikitpun tidak, yah, kuliah itu tidak menentukan kerja kita pak, paling tidak dapat ilmu, pengalaman, jaringan, kuliah tidak selamanya tentang pekerjaan. Lagian susah sekarang pak,di kota ya maa-maaf saja pak, banyak yang tidak jujur, korupsi dan lain-lain, saya hanya ingin mengembangkan kemampuan saya, itu juga bagian dari hasil kuliah pak", kata baso. "Yahh, kalau itu baik menurutmu bapak mendukung apa keinginanmu", kata bapak. "Terima kasih pak, bulan depan panen lele, pak surtino sudah menelpon kemarin, pasokannya banyak pak", kata baso. "Alhamdulillah, ayo lanjut perbaiki", ajak bapak.
Tak terasa sore phn tiba, nisa belum pulang juga. "Baso,kamu liat adekmu?", tanya mama. "Katanya ke rumah tante tina ma", jawab baso. "Oh, tapi kenapa sore belum pulang?", tanya mama lagi. "Sebentar saya cari ma", tawar baso. Berselang beberap menit, "assalamualaikum tante,nisa ada disini?", tanya baso. "Oh nisa, muli dan teman-teman lainnya ke sekolah, katanya main sama gurunya", jawab tante tina. "Oh iya bu, saya susul dulu",pamit baso. Di taman sekolah di bawah besar nan rindang nisa dan kawan-kawannya belajar sambil bermain. Baso pun mendatangi dan meminta mereka pulang. "Kak baso, kenapa datang kesini?", tanya nisa. "Kamu di cari sama mama di rumah, maaf bu guru saya jemput pulang nisa", kata baso. "Iya tidak apa-apa, mereka juga sudah mau pulang",balas bu lailah. "Kak, pulang saja duluan, nanti saya pulang sama muli dan teman-temanku yang lain", kata nisa.
Malam pun tiba. Masjid bersahut-sahutan, sapaan setiap masjid didesa menggelegar, waktunya sholat maghrib.
Tak lupa keluarga sederhana tersebut menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim. Setelah sholat mereka makan bersama, setelahnya mereka istrahat merebahkan badan, menikmati sejuknya desa pedalaman yang sunyi, damai dan penuh keramahan para warganya.
"Nisa, cepat tidur besok telat lagi sekolahnya", kata baso. "Yah, kakak bawel ya, mama saja tidak menyuruh nisa tidur. Kakak ini harusnya jadi perempuan, over protektif jadi orang,hehe",ledek nisa. "Kamu tuh masih kecil jadi harus begitu, lambat laun masa-masa itu hilang, kelak kalau kamu sudah besar, perhatian itu tidak seperti sekarang. Kamu itu badanmu aja yang besar, tapi kelakuan masih balita",ledek balik baso. "Kalian itu masih suka bertengkar sana tidur dua-duanya", kata mama. "Siap bumandan", kata baso beranjak dari tempat duduknya. "Selamat malam nisa balita",ledeknya lagi.
Pagi itu begitu dingin. Embun belum lenyap di dedaunan rumput. Seorang guru berparas indah dengan jilbab coklat sedang menyapu di depan rumahnya. "Rajin sekali bu lailah, masih pagi-pagi buta sudah menyapu", sapa salah satu guru." Iya bu, banyak dedaunan yang berjatuhan",balasnya.
"Nisa sarapan, teman-temanmu sudah lewat nak", panggil mama menggoreng telur. "Ya ma, nisa ganti baju dulu", jawab nisa menuju kamar setelah mandi. Disisi lain bapak sedari tadi tidak dirumah. Pagi-pagi menuju kebun mengurus sapi dan beberapa ekor kambing. "Nisa, nisaaaa",panggil muli. "Yaaa, tunggu", balas nisa. "Ma, nisa berangkat dulu, assalamualaikum mama", pamit nisa. Sementara baso pagi buta di empang memberi makan lelenya. "Semoga cepat besar para leleku", katanya memberi makan si lele.
hidup terasa begitu nyaman tanpa kekang. Banyaknya uang bukanlah ukuran kebahagiaan, hidup mandiri bersama keluarga sungguhlah membahagiakan. Hidup bukan persoalan "keadaan" yang berada. Namun persoalan waktu dimana kita buang, dengan siapa kita menghabiskan dan bagaimana memanfaatkannya.
"Nisa, hari ini giliran siapa yang membersihkan kelas?",tanya muli. "Mungkin ikbal", ketus nisa. "Oh iya, dari tadi lina belum keliatan, padahal saya mau pinjam buku catatannya", lanjut muli. "Entah. Oya sebentar saya mau ketemu bu lailah, mau minta tolong diliatkan puisi yang saya buat", kata bisa. "Saya juga ya", pinta muli. "Oke baiklah", lanjut nisa.
Kelas pun dimulai.
Tugas puisi nisa:
"Kilau permata mama"
mama adalah kilau permata
Memberi tanpa kata apa
Kasih sayangnya tulus bagai lentera
Mama engkau merawat tanpa putus asa
Engkau bak kilau berlian
Mengasih dengan segala perhatian
Mencinta dengan penuh kepastian
Dengan segala kemampuan
Mama seumpama bulan pernama
Menyinari dimalam hari tanpa nama
Kasihmu suci, tulus, dan mulia
Engkaulah ibuku yang ku panggil mama
Ma, aku menyayangimu seperti engkau menyayangiku
Kasihmu ku kenang selalu sampai habis waktuku
Engkau menjaga, merawat, dan melindungiku
Pesanmu ku genggam dan kujimat dalam sanubariku
Terima kasih untuk mu mama
Tuhan, tegarkan aku setegar mama
Tabahkan daku setabah mama
Ikhlaskan aku seikhlas mama
Mama...aku sayang mama
Selamanya.
"Wah bagus sekali puisinya nisa, belajar dari mana", kata bu
Lailah. "Kan di ajar sama bu rosma bu,lagian kan ada juga contoh di buku", kata nisa. "Benar, hanya itu, tapi pemilihan katanya cukup bagus", lanjut bu lailah. "Iya bu, di bantu sama kak baso, hehe", kata nisa. "Emang pintar", kata bu lailah tak percaya. "iya bu, kan sudah sekolah juga, katanya siswa teladan dimasanya",kata nisa. "Oya, sampai SMP atau SMA?", tanya bu lailah penasaran. "Di atasnya lagi bu, sudah pake toga kata mama", lanjut nisa. "Ha..sarjana, tapi kok, ah sudahlah", batin bu lailah.
"Nisa, kamu sudah ada puisinya, tinggal membacakannya harus kamu paham juga, nanti sore datang ke sekolah praktek", lanjut bu lailah. "Siap bu guru cantik", kata nisa hormat.
"Kak, sebentar saya mau ke rumahnya bu lailah", kata nisa. "Disana yah rumah kedua mu nis",kata baso di balai rumah. "Iyaaap, betul kak, lagian nisa kesana kan bukan tanpa alasan, nisa mau belajar membaca puisi sama bu lailah, dia jadi mentor nisa",lanjut nisa. "Puisi yang kemarin itu?", tanya baso. "Iya kak, makasih ya bantuannya, tapi belum sepadan dosa kakak sama nisa,hehe",canda nisa. "Ailaah, nisa yang banyak dosa, besok hari kan hari ahad, temani kakak ke empang ya, sekalian tangkap ikan lele, yahh semacam piknik",ajak baso. "Yeaaahhh,Benaran kak, ajak bu lailah boleh ya kak?", kata nisa girang. "Yah, boleh lah panggil juga teman kamu, sebentar sebelum malam bantu kakak persiapkan bahan-bahannya",jelas baso. "Baik komandan, tumbeng kakak baik,hehe..", canda nisa. "Ailahh, kakak selalu baiklah, dimata nisa saja selalu salah", kata baso jitak pala nisa. "Aduh sakit pala nisa kak", kata nisa mengaduh.
Sore itu mentari mulai bersahabat, sinarnya sudah lumayan teduh, di sudut taman sekolah bersampingan taman baca lagi beraktivitas nisa, teman-teman dan gurunya."Assalamualikum,selamat sore adik-adik",sapa bu lailah. "Waalaikumussalam, selamat sore bu", kata anak-anak kompak. "Baik, sebelum praktek pembacaan puisi, ibu mau tanya nih, semua sudah punya puisi belum?", tanya ibu. "Sudah bu", kata anak-anak kompak. "Sudah ada yang latihan dirumah?", lanjut bu lailah. "Saya bu", kata nisa sendirian."huuuuu...ahahah", ketawa anak-anak. "Sudah cukup, nah tuh nisa bagus, sudah mempersiapkan dengan baik, lain kali tidak boleh ya",pesan bu lailah. "Nah, nisa mau langsung praktek di depan?", tanya bu guru. ", iya bu, nisa mau", kata nisa pede. "Nisa dalam karyanya "kilau permata ibu"....",kata nisa memulai puisinya. "Wah, sudah cukup bagus nisa, tinggal di bagian paragraf ketiga, kurang ekspresif, sedikit penjiwaannya disana, yang lain sudah lumayan oke, kembangkan ya?", kata bu lailah. "Terima kasih bu, nisa akan belajar lagi", kata nisa menuju tekan-temannya. "Iya nisa semangat bepajar de, yang lain ada yang mau maju kedepan?", tanya ibu. "Saya bu", kata muli mengacungkan tangan.
Sore sudah tua, senja mulai memperlihatkan jingganya. Akhirnya mereka bersiap-siap untuk pulang. "Bu, boleh nisa kedepan lagi", minta nisa. "Ada apa nisa, boleh silahkan", kata bu lailah. "Baik, teman-teman, besok hari ahad, kakak saya mengundang kita piknik bakar-bakar ikan lele di empangnya, siapa yang siap datang?", celoteh nisa. Anak-anak semua setuju. "Hemm, ibu juga di undang datang", kata nisa ke ibu lailah. "Aaaa, emm..saya juga de?", tanya bu lailah keheranan. "Baik de, malasih ya undangannya, besok pagi-pagi datang ke rumah nah de",kata bu lailah mengiyakan. "Iya bu siap, nisa akan datang besok", kata nisa girang. Mereka pun berhamburan pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar